SELAMAT DATANG DI IKBALSUKSES.BLOGSPOT.COM INFO : WA : 085210374937

artikel


KU TEMUKAN TEMAN SEJATI
karya: dina devina anggareni  
(teman saya di kelas IX A)
            Pagi hari yang cerah seperti biasa, selalu menyambutnya ketika ia terbangun. Seperti saat ini sosok yang masih terbalut selimut tebal mulai menggeliatkan badannya, karena cahaya yang masuk melalui celah jendela. Matanya mengerjab – ngerjab mencoba membiasakn matanya dengan bias cahaya yang masuk ke retinanya.
            Hari ini jadwalnya ia sekolah seperti biasa, jangan sampai ia terlambat hanya karena keasiakan tidur dan tak mau bangun. Ia sudah pernah meraskan yang namanya terlambat dan yah, berakhir dengan dirinya yang harus membersihkan halaman sekolah yang luasnya bukan main. Cukup sekali saja ia meraskannya.
            Doni sosok itu segera saja masuk ke kamar mandi, sekedar untuk membersihkan badannnya dari sisa kotoran yang menempel di badannya. Setelahnya ia kenakan seragam kebanggaan sekolahnya, matanya melirik pada jam yang bertengger dengan indah di dinding, dinding yang kelihatan kokoh namun ada sedikit noda retakan. Masih jam 06.15. masih ada banyak waktu yang tersisa untuknya, sekedar untuk menikmati waktu di pagi harinya. Bel masuk sekolah berbunyi tepat pukul 07.00. jarak sekolah dan rumahnya bisa ditempuh cukup dengan 20 menit berjalan kaki. Selesai dengan urusan seragam kini ia berniat untuk sarapan, dan pergi ke sekolah. Tentunya setelah berpamtian dengan orang tuanya.
            Doni susuri jalan menuju ke sekolahnya dengan berjalan kaki menikmati semilir angin yang menerpa wajahnya, memainkan helaian rambut yang telah ia sisir rapi, bergoyang mengikuti alunan angin
“ Hey Don” ucap sosok yang menepuk pundak Doni dari belakang. Doni tersentak kaget, tapi setelah melihat siapa yang membuatnya terkejut, ia hanya berdecak kesal.
“Ck, bisakah kau hilangkan kebiasaanmu yang selalu membuat orang lain terkejut?” Tanya Doni dengan raut kesal.
“Hehehe, salahmu sendiri tak menyahut saat aku memanggilmu tadi” jawab teman Doni dengan tertawa tanpa dosa.
“Ck, dasar” Doni hanya mendecak, sudah hapal ia dengan kebiasaan temannya yang satu ini.
“Kau sendiri kenapa, pagi – pagi sudah melamun”
“Aku tak melamun, hanya menikmati pagi hariku yang telah kau hancurkan” jawab Doni dengan memberi penekanan pada kata hancurkan.
“Jelas – jelas kau melamun, tapi kenapa harus mengelak” sahut temannya ini. Nampaknya Doni mulai kesal,
“Bisakah kau diam Ari, dan kau tidak usah bertanya hal apapun” kata Doni dengan nada sedikit ketus.
“Baiklah” terpaksa Ari menuruti perkataan Doni.
            Tanpa terasa mereka telah sampai di sekolah. Mereka berpisah di koridor, di tujunya kelas mereka masing – masing. Belum sempat Doni melangkahkan kakinya, Ari lebih dulu memanggilnya.
“Don sepulang sekolah nanti kita pulang bersama ya? Ajak Ari pada Doni
“Baiklah, kutunggu kau sepulang sekolah” jawab Doni dengan malas.
Walapun kelas mereka berbeda, tepatnya baru seminggu ini mereka menempati kelas mereka yang baru, mereka berdua sudah saling kenal sejak mereka duduk di bangku kelas 7. Selain itu rumah mereka saling berdekatan, jadi tak ayal jika mereka saling kenal.
            Sesampainya Doni di kelasnya, ia menyapa seluruh penghuni yang ada di kelas ini
“Selamat Pagi, semua” ucap Doni dengan nada gembira, berbeda sekali dengan saat ia bersama dengan Ari.
“Pagi Don” Balas seluruh penghuni kelas ini.
“Gembira sekali kau hari ini” kata Dani teman sebangkunya, yang menampakkan raut keheranannya.
“Bukankah biasanya memang seperti ini” ucap Doni dengan santai.
“Tapikan tidak…”
Tett..tett..tett…
Belum sempat Dani menyelesaikan ucapannya bel berbunyi terlebih dahulu. Setelah beberapa menit bel berbunyi telah berlalu, sang guru pun masukke kelasnya, kelas yang awalnya gaduh berubah menjadi hening. Bagaimana tidak, guru yang masuk ini guru yang mendapat predikat ‘guru tergalak’, tidak ada yang berani bersuara. Jika saja ada yang berani bersuara saat ini, mungkin balasannya adalah penghapus papan tulis yang mendarat di kepala salah satu siswa yang ada di kelas ini.
            Doni hanya memandang gurunya itu dengan pandangan acuh tak acuh, mungkin ia akan mati bosan menerima pelajaran dari sang ‘guru galak’ini. Selain karena gurunya sendiri,pelajaran Fisika merupakan pelajaran yang saat ini sedang berlangsung adalah pelajaran yang paling dibencinya. Dua hal yang sudah menjelaskan mengapa ia mungkin bisa mati bosan. Beda halnya dengan teman sebangkunya itu si Dani dia sangat menyukai pelajaran Fisika, jadi jangan salahkan Dani jika ia sekarang sudah bisa melakukan berbagai eksperimen dengan ilmu Fisikanya itu, dan jangan lupakan dia itu merupakan siswa jenius di sekolahnya. Betapa beruntungnya ia bisa sebangku dengan Dani. Tapi ia heran kepada Dani, apa yang membuatnya tertarik dengan pelajaran yang membosankan ‘menurut versinya’ seperti pelajaran Fisika.
“Aku heran dengan Dani, mengapa ia suka dengan pelajaran Fisika” pikirnya
Doni yang saat itu hanya duduk berpura – pura mendengarkan penjelasan dari sang guru, sudah merasa bosan. Demi menghilangkan rasa bosannya itu, ia pilih untuk mengajak Dani mengobrol.
“Dan, kenapa kau menyukai pelajaran membosankan ini” bisiknya lirih pada Dani. Nampaknya Dewi Fortuna tidak berpihak padanya, belum sempat Dani menjawab pertanyaannya, penghapus papan tulis terlebih dahulu mendarat di kepalanya. Kalian tahu pasti siapa pelakunya bukan? Yap sang gurulah pelakunya.
“Doni, jika kau hanya ingin mengobrol dalam jam pelajaaran saya, silahkan kamu bisa tinggalakan jam pelajaran saya ini” Hardik sang guru.
“Maaf pak, saya tidak akan mengulanginya lagi” ucapanya sambil menahan malu, pasalnya seluruh temannya kini sedang menertawakannya.
“Ah, bagaimana bisa ketahuan? Bodoh, bodoh” Rutuknya dalam hati
“Diam semuanya, apa kalian ingin saya keluarkan dari jam pelajaran saya” bentak sang guru. Seketika kelas menjadi hening, nampaknya nyali mereka menciut setelah mendengar bentakan dari sang guru.
“Maaf pak” ucap mereka serempak.
Tett…tett…
Akhirnya bel istirahat berbunyi.
“ Hah akhirnya aku bisa terbebas dari pelajaran membosankan ini” ungkapnya sambil merilekskan ototnya. Rasanya otot – ototnya kaku, duduk dan hanya mendengarkan sang guru berbicara panjang lebar, namun hanya masuk telinga kanan keluar telinga kiri.
“Don ayo kita ke kantin” ajak Dani pada Doni
“Baiklah ayo! Rasanya cacing yang ada dalam perutku sudah berdemo, minta diberi makan” ucapanya pada Dani.
Tapi di luar kelas sudah ada Ari yang sedang menunggu Doni
“Hey Don, mau ke kantin bersama” Ajak Ari setelah Doni sampai di luar kelas
“Maaf ya Ri, tapi aku akan ke kantin bersama Dani”
“Siapa Don” sela Dani cepat”
“ Oh, hanya teman lama, ayo ke kantin sekarang” Doni hanya berlalu saja dari hadapan Ari
“Apa karena teman barunya itu, dia jadi sedikit acuh padaku?” pertanyaan itu yang sekarang muncul di benaknya. Setelahnya Ari pergi dari kelas Doni menuju ke kelasnya sendiri dengan perasaan sedikit kecewa.
            Pulang sekolah, seperti yang sudah di janjikan, saat ini Doni sedang menunggu Ari.
“Sudah lama menunggu Don” celetuk Ari dari belakang
“Ya sedikit” ucap Doni Cuek
“Baiklah ayo kita pulang” Ajak Ari.
Mereka berdua hanya diam, tidak ada yang memulai percakapan walau hanya sekedar untuk menghilangkan keheningan yang tercipta. Lama mereka terdiam.
“Kau ini kenapa si Don?” Tanya Ari memecah keheningan
“Memangnya kenapa?, apa ada yang aneh pada diriku” jawab Doni berlagak tidak tahu, padahal ia tahu persis apa yang dalam pikiran temannya ini. IaAri mulai menyadari perihal perubahan sikapnya ini.
“Dari yang aku lihat sejak kita berangkat sekolah tadi pagi sampai sekarang, kau terkesan bersikap tak acuh padaku, benar bukan?”Ungkap Ari, mengungkapan apa yang sejak tadi ada di pikiran dan benaknya.
“Itu hanya perasaanmu saja Ar” ucap Doni menenangkan Ari
“Tapi memang perasaanmu itu benar Ar, aku memang sengaja bersikap seperti ini, karena aku sudah bosan berteman denganmu” lanjutnya dalam hati.
“Ah, jadi hanya perasaan ku saja ya” jawab Ari dengan polos, tanpa sadar bahwa Doni sedang menyeringai. betapa bodohnya Ari ini.
“Bodoh tetap saja bodoh” ejek Doni dalam hati.
            Keesokan harinya seperti biasa, Dani dan Ari berangkat bersama. Selalu Ari yang menyapa Doni terlebih dahulu.
“Hai Don” sapa Ari
“Hai” balas Doni singkat.
Ari kini sadar, dari hari ke hari sikap Doni padanya semakin cuek terkesan tidak memperdulikannya. Kini ia yakin perasaaannya tidak salah perihal perubahan sikap Doni.
“Don, tentang kejadian kemarin, sepertinya perasaanku benar, memang sekarang kau sepertinya sudah berubah” mendengar Ari bertanya demikian, Doni menghentikan langkahnya dan langsung menatap Ari, tatapannya mengungkapkan bahwa ia sekarang merasa sangat kesal.
“Apa hanya pertanyaan itu yang ada di kepalamu Ar?” jawab Doni sakartis
“Ck, merepotkan” lantas Doni meninggalkan Ari yang diam seperti patung. Ari terkejut dengan apa yang dikatakan Doni, seumur – umur baru kali ini Doni bersikap demikian. Setelah sadar dari keterkejutanya, ia segera menyusul Doni yang sudah jauh di depan.
“Maaf Don jika pertanyaanku menyinggungmu, aku hanya ingin tahu kenapa sikapmu jadi seperti ini, itu saja” ucap Ari penuh sesal pada Doni setelah ia berhasil mensejajarkan langkahnya dengan Doni
“Lupakan saja”
“Maksudmu?”
“Apa itu semua kurang jelas, hingga kau bertanya apa maksudku”
“Bukan begitu ak…” belum selesai Ari mejawab, Doni lebih dulu menyelanya.
“saat ini aku penya permintaan untukmu, mulai saat ini, detik ini kita tak usah berteman lagi, anggap saja kita tak saling kenal” ungkap Doni dengan penuh penekanan pada tiap kalimatnya.
“A-apa alasanmu berkata demikian?” ucapnya terbata dengan raut pias yang kentara di wajahnya.
“Alasan yang cukup sederhana menurutku, hanya karena aku bosan berteman denganmu” kata Doni dengan senyum meremehkan yang menghiasi wajahnya. Doni langsung meninggalakan Ari yang masih berdiam diri menuju sekolah. Ari kini tahu alasan di balik perubahan sikap Doni.
            Di sekolah, Doni benar – benar menepati ucapannya, seperti yang terjadi saat ini. Doni hanya melewati Ari saat berpapasan, tanpa berkata apa – apa. Seakan memang mereka berdua tak pernah saling kenal. Ari hanya mengikuti permainan Don, jika ini memang maunya -Doni- apa boleh buat ia juga harus mengikuti permainan ini, toh sekalipun jika ia tak mengikutinya dan tetap bersikap seperti biasa, apakah Doni akan akan bersikap dulu, pasti jawabannya tidak kan. Dan yah setelahnya pertemanan Ari dan Doni benar – benar terputus.
            Hari – hari telah berlalu, kini Doni da Ari menjalani aktivitasnya masing – masing tanpa ada komunikasi di antara keduanya.
            Saat ini Doni sedang berada di kelasnya, bel istirahat berbunyi 1 menit yang lalu. Ia gunakan waktu istirahat ini untuk beristirahat di kelas saja, karena ia sedang malas untuk keluar kelas, lagi pula tadi pagi Dani sudah berjanji akan memunjukan jam tangan barunya. Sebenarnya Doni heran kepada Dani, jika memang Dani inginn menunjukan jam tangan barunya kenapa tidak dipakainya, malah hanya disimpan di tas, tapi persetan dengan itu semua ia tidak peduli. Yang terpenting ia ingin melihat jam tangan tersebut, karena jam tangan adalah benda kesukaan Doni dari dulu.
“Kau ingin melihatnya Don?” sentak Dani, memecah lamunan Doni.
“B-baiklah mana?” ucap Doni, tersadar dari lamunannya.
“Ini” ucap Dani sambil menunjukan jam tangan barunya. Doni terkesima melihat jam tangan baru Dani. Pasalnya jam tangan tersebut, jam tangan yang selama ini ia inginkan. Jam tangan dengan harga mahal, jam tangan yang didesain sedemikian rupa hingga tampak elegantu orang. Ia tahu selain jenius, Dani juga anak orang kaya. Ia tak heran jika Dani mampu membeli jam tangan mahal tersebut.
“Wah! Dani ini bagus sekali” ucap Doni sambil memegang jam tangan tersebut, mengamatinya dari berbagai sisi.
“Tentu saja, siapa dulu pemilikinya” ucap Dani berbangga diri.

Pikiran nista itu akhirnya mampir di benaknya, pikiran untuk mendapatkan jam tangan tersebut dengan cara apapun, tak peduli dengan cara kotor atahupun bersih. Doni mulai menyusun rencana, setelahnya hanya seringaian yang muncul menghiasi wajahnya. Nampaknya Doni sudah mendapatkan rencana yang tepat untuk mendapatkan jam tangan tersebut.
Esok harinya, Doni berangkat sekolah seperti biasa, tapi ada yang berbeda dengannya, ia selalu tersenyum sendiri sepanjang jalan, memikirkan semua rencana yang telah ia susun secara rapi. Doni telah sampai di sekolah, segera ia menuju ke kelasnya. Jam pelajaran pertama adalah pelajaran Olahraga. Nampaknya ia akan gunakan jam pelajaran ini untuk mengeksekusi rencananya.
Jam Olahraga kini sedang berlangsung, sedari tadi Doni selalu memperhatikan gerak – gerik Dani. Jam pelajara olahraga telah usai. Kini ia lihat Dani sedang berbincang dengan Ricky teman sekelas mereka. Dani kini beranjak dari tempatnya, ia menuju ke kamar mandi sendirian. Kesempatan ini tidak disia-siakan Doni, Doni mengikutu Dani ke kamar mandi, ia bersembunyi di balik tembok, mengintip Dani dari balik tembok tersebut.
Ia lihat kini Dani melepas jam tangannya, Dani letakkan jam tangannya di wastafel, ia basuh tangannya untuk sekedar membersihkan kotoran yang menempel. Setelahnya ia pergi begitu saja meninggalkan jsm tangannya di sana, tanpa tahu jika ada orang yang ingin mengambil jamnya.
Doni yang melihat hal  tersebut kontan memekik gembira, sepertinya keberuntungan memihak padanya, namun itu semua salah besar. Keberuntungan yang memihak padanya hanya sesaat, mungkin malah akan membawa malapetaka baginya. Pasalnya sedari tadi tanpa Doni sadari Ricky mengikutinya dari belakang, Ricky sadar ada yang tidak beres dengan Doni sejak jam pelajaran tadi ia telah melihat gerak – gerik mencurigkan dari Doni. Puncaknya ssaat Dani mengobrol dengannya dan Dani memutuskan untuk pergi ke kamar mandi sendirian, ia lihat Doni juga beranjak dari tempatnya dan mengikuti Dani. Ia putuskan untuk mengikuti mereka berdua, dan yang ia lihat sekarang adalah Doni yang saat ini sedang mengambil jam tangan Dani.
“Jadi ini yang menyebabkan Doni selalu memperhatikan Dani selama jam pelajaran Olahraga berlangsung. Sepertinya jika Dani atahu yang lainnya tahu atahupun satu sekolahan ini tahu, bakal jadi berita heboh ni” ucap Ricky dalam hati  dengan senyum meremehkan yang terkembang di wajahnya.
            Ricky putuskan untuk kembali ke kelas, saat ia akan menuju kelas ia lihat Doni yang nampaknya sedang tergessa – gesa. Ia panggil Doni
“Doni!”, Doni berhenti seketika, ia tengok ke belakang ternyata Ricky
“Ada apa Rick, kenapa kau memanggilku?” jawab Dani sambil berusaha menyembunyikan jam tangan Dani yng ada di saku belakang celananya. Sayangnya Ricky melihatnya, ia pasang wajah biasanya, seakan – akan ia tak mengetahuinya.
“Tak ada apa – apa, hanya ingin memanggil saja, kau ingin ke kelas bukan? Kalau begitu kita ke kelas bersama” ajak Ricky
“Ah , ayo!” jawab Doni mengiyakan ajakan Ricky, tanpa tahu ada niat tersembunyi di balik itu ajakan itu
“Oh ya, ngomong – ngomong kau habis dari mana?” Tanya Ricky.
“A-aku hm…dari…habis mengembalikan bola, iya habis mengembalikan bola” jawab Doni sambil menyembunyikan kegugupannya, keringat dingin mengalir dari pelipisnya.
“Ah, kau sendiri dari mana?” Tanya Doni dengan cepat.
“Aku dari taman belakang” jawab Ricky santai
            Sesampainya di kelas, mereka heran dengan keadaan kelas yang Nampak kacau. Ribut, semua orang berkeliaran di mana – mana. Akhirnya ricky bertanya pada salah satu temannya.
“Kalian semua sedang apa? Kalian seperti sedang mencari sesuatu yang hilang?”
“Ah iya, kami semua sedang mencari jam tangan Dani yang hilang” jawwab temannya itu. Doni yang mendengar jawaban temannya itu hanya bisa berdiam diri, ia dilanda kegugupan. Tidak tahuapa yang harus ia lakukan. Nasibnya sudah ada di ujung tanduk.
“Benarkah jam tangan Dani hilang, sayang sekali padahal jam tangan itu sangat mahal dan bagus” kata Ricky memasang tampang tidak tahu.
“Mungkinkah ini saatnya? Maafkan aku Doni, jika aku harus memberitahu semuanya bahwa kau yang mengambil jam tangan tersebut” ucap Ricky dalam hati sambil tersenyum licik.
“Dani, kenapa tidak kau coba untuk menggeledah tas mereka satu – satu atahupun di saku baju mereka. mungkin saja ada orang yang mengambilnya
DEG!
Mendengar ucapan Ricky, seketika jantung Doni berdetak kencang, keringat dingin mengalir dari dahinya, tangannya gemetaran. Sudah menjelaskan betapa kalutnya ia saat ini. Jika ia ketahuan, bahwa dirinyalah yang telah mengambil jam tangan itu tamatlah riwayatnya. Ia takkan sanggup melihat hari esok.
“Ah idemu sangat cemerlang, kenapa tidak terpikir olehku ya? Jawab Dani menyetujui usul Ricky.
“Siska tolong, kau geledah anak perempuan dan aku sendiri yang akan menggeledah anak laki – laki. Perintah Dani pada salah satu teman perempuannya.
“Baiklah Dan” jawab Siska menurut.
            Dani dan Siska mulai menggeledah satu per satu temannya mulai dari tas sampai saku – saku baju mereka. kini tiba giliran Doni. Jantungnnya seakan berhenti berdetak, kini ia hanya bisa pasrah, Dani kini sedang meraba saku belakang celana Doni, tangannya berhenti di sana, betapa Dani terkejut ia menemukan jam tangannya di sana. Bukan hanya dirinya yang terkejut, tapi seluruh orang yang ada di kelas ini. Ricky hanya bisa tersenyum meremehkan.
“Jadi kau yang mengambil jam tanganku Don?” marah Dani pada Doni
“Aku tak menyangka kalau kau yang mengambil jam tanganku” lanjut Dani masih dengan nada yang sama.
“Bukan seperti itu Dan, aku bisa jelaskan. Ini semua tidak seperti yang kau kira.” Ucap Doni mencoba menjelaskan, namun percuma saja, nasi sudah menjadi bubur. Bukti sudah mengarah padanya. Lagi pula Dani sudah terlanjur marah padanya.
“mau kau jelaskan bagaimanapun, pencuri tetapalah pencuri.” Hardik Dani
            Mereka semua yang ada di kelas hanya bisa menyaksikan kejadian itu, hanya bisa memasang wajah penuh ketegangan. Doni hanya bisa pasrah mendapat perlakuan seperti itu dari Dani. Doni sadar yang ia lakukan salah, ia hanya termakan oleh bjuk rayu setan. Semua sudah terjadi, tidak ada yang bisa di ubah, waktupun tidak bisa diputar ulang.
            Keesokan hari, setelah kejadian itu. Semuanya jadi berubah. Teman – temannya kini menjauhinya. Setiap kali ia berjalan di koridor sekolah, semua terlihat berbisik – bisik membicarakannya, sepertinya kabar tersebut sudah menyebar ke seluruh penjuru sekolah. Ari yang mendengar kabar tersebut terkejut. Pasalnya Doni yang selama ini  ia kenal adlah orang yang baik hati, tidak mungkin jika Doni mencuri, walau tak bisa di pungkiri jika Doni telah berubah. Pulang sekolah nanti ia akan menemui Doni, ia ingin tahu kebenarannya.
            Pulang sekolah, Doni terlihat sendirian, menyusuri jalan yang biasa ia lewati saat pulang sekolah. Dari belakang Ari memanggil.
“Doni” teriak Ari. Doni kenal suara ini, suara Ari temannya, ah salah lebih tepatnya ‘mantan teman’. Ini pertama kalinya ia melihat Ari setelah kejadian dimanan ia memutuskan tali pertemanannya dengan Ari.
“Ada apa?, apa kau ingin mengejekku, mencacimakiku huh!” tuduh Doni setelah Ari ada di hadapannya.
“jadi berita itu benar, Don?”
“Kalau memang itu benar, kau mau apa huh?”  Tanya Doni dengan nada menantang. Bukannya menjawab, Ari malah balik bertanya
“Apa kau telah meminta maaf pada Dani.”
“Untuk apa aku minta maaf padanya, lagi pula apakah ia akan memaafkanku?” jawab Doni frustasi. Ingin ia coba untuk meminta maaf pada Dani, tapi egonya terlalu besar.
“Apakah kau sudah mencobanya?” Tanya Ari
Doni hanya menggelengkan kepalanya sebagai jawaban, ia sudah tak sanggup berbicara lagi.
“Hah…” Ari hanya bisa menghela nafas
“Aku tahu ini berat untukmu, tapi setidaknya cobalah kau meminta maaf padaya. Aku yakin jika dia memang tulus berteman denganmu, pasti ia akan memaafkanmu. Aku yakin itu, percayalah padaku” ucap Ari mencoba memberi semangat pada Doni, senyum tulus mengembang di wajahnya.
“Kenapa kau tetap bersikap baik padaku” Tanya Doni, ia heran pada Ari, setelah apa yang ia lakukan padanya, Ari tetap bersikap baik padanya.
Senyum tulus terpatri di wajah Ari ketika mendengar pertanyaan Doni “Karena kau adalah temanku”
“Sekalipun kau tidak menganggapku sebagai temanmu, tapi kau akan tetap menjadi temanku.” Lanjut Ari
Ari menepuk bahu Doni, mencoba memberi semangat padanya, setelahnya ia berlalu dari hadapan Doni. Mencoba memberikan kesempatan pada Doni untuk merenungkan kata – katanya.
Setelah Ari meninggalkan Doni sendirian, segera Doni menuju ke rumahnya. Ia masuki kamarnya, berniat untuk tidur.Ia coba untuk tidur, tetapi tidak bisa, ia balikan badanya ke kanan atahu ke kiri mencoba menyari posisi yang nyaman. Tapi sia – sia usahanya gagal. Kejadian tadi benar – benar membuat kepalanya pusing. Belum lagi kata – kata Ari yang selalu terngiang – ngiang di pikirannya. Haruskah ia melakukan apa yang Ari perintahkan. Ia ingin melakukannnya tapi egonya berkata lain.
Ia harus melakukannya, ia tidak peduli dengan egonya, ia harus segera menghilangkan rasa bersalah yang menghantui hari – harinya yang kian lama semakin tumbuh subur dalam hatinya.
Setelah melakukan perang batin yang cukup memakan waktu, ia putuskan untuk mengakirinya besok, mengakhiri semua kesalahannya. Terserah  teman – temannya akan memaafkannya atahu tidak, ia tidak peduli. Akhirnya kantuk menyerang dirinya. Lelaplah ia tertidur.
Hari ini akhirnya tiba, kini ia sudah ada di kelas, di hadapan para teman – temannya. Ia Tarik nafas dalam – dalam mencoba menetralisir rasa gugupnya.
“Hari ini aku Doni, ingin meminta maaf pada kalian semua atas kejadian tempo hari, terutama pada Dani. Aku akui aku salah, tak seharusnya aku melakukan hal tersebut. Saat itu aku benar – benar khilaf. Maukah kalian semua memaafkanku” kata Doni penuh penyesalan. Semua temannya diam seribu bahasa mendengar kata – kata Doni
“ Baiklah kau ku maafkan, tapi jika kau mengulangi kesalahan yang sama, mungkin tidak kata maaf untuk mu” celetuk Doni tiba – tiba dengan gaya cool-nya.
“Terima kasih telah memaafkanku, aku benar – benar berterimakaih padamu Dan” dengan wajah sumringah Doni menjabat tangan Dani.
“Jangan dulu berterimakasih, hanya aku yang memaafkanmu, belum tentu mereka semua memaafkanmu?” kata Dani sambil mengedarkan pandangannya pada seluruh temannya yang ada di kelas. Doni lupa jika hanya Dani yang memaafkannya, mereka yang ada disini belum tentu memaafkannya. Iaedarkan pandangannya pada seluruh temannya saat ini. Ia coba berkata dengan pandangan matanya, seolah olah berkata “Maukah kalian memaafkanku?” mereka yang mengerti arti dari pandangan Doni hanya bisa berkata
“Tenang saja, kami memaafkamu” jawab mereka serempak. Doni hanya bisa tersenyum haru, sambil mengucapkan banyak terimasih. Benar kata Ari mereka memaafkannya.
            Doni sadar jika Ari adalah sosok teman yang selama ini selalu bersamanya, jika ia sedang kesusahan pasti Ari selalu ada untuknya. Doni menyesal telah menyianyiakan Ari. Sepulang sekolah nanti ia harus mencari Ari, meminta maaf padanya dan berterimasih.
            Sepulang sekolah, ia cari Ari, dilihatnya Ari sedang menyusuri jalan menuju rumahnya.
“Ari” teriak Doni
Ari menolehkan kepalanya ke belakang
“Doni” lirih Ari, tentu saja hanya bisa didengar olehnya. Setelah Doni tiba di hadapannya, Doni segera merangkul pundaknya. Tambahlah ia terkejut, ia tak menyangka Doni akan melakukan hal tersebut setelah kejadian itu.
“Ari, aku ingin berterimakasih padamu, karena berkatmu kini teman – temanku bisa memaafkanku.” Ucap Doni tulus sambil melepas rangkulannya.
“Bukan karena diriku, melainkan karena keberanianmu mengakui kesalahanmu sendiri, aku hanya memberi semangat padamu saja, sebagai temanmu sudah sepantasnya bukan jika aku menolongmu atahupun memberi semangat padamu.” Doni tertegun mendengar Ari berkata demikian.
“Dan aku ingin meminta maaf padamu, atas kejadian tempo hari lalu. Dan aku ingin kau mejadi temanku lagi seperti dulu, bagaimana kau mau?” ungkap Doni pada Ari
“Sebelum kau minta maaf padaku, aku sudah terlebih dahulu memaafkaanmu, tapi untuk permintaanmu yang satu itu aku tidak bisa memenuhinya, maaf.” Ucap Ari penuh sesal
“Kenapa” Tanya Doni dengan raut pias yang kentara di wajahnya
“Karena… dari dulu sampai dengan sekarang kau tetaplah temanku, jadi kau tidak perlu memintaku untuk jadi temanmu kembali.” Jawab Ari dengan wah sumringah.
            Akhirnya Doni bisa bernafas lega, setelah mendengar jawaban Ari. Hanya canda tawa yang akhirnya menghiasi perjalanan pulang mereka berdua.
            Doni bersyukur memiliki teman seperti Ari. Menyesal ia dulu karena telah menyianyiakan Ari. Mulai saat ini ia berjanji, ia takkan melakukan kesalahan yang sama.

~SELESAI~





No comments:

nur muuhamad ikbalilmarom. Theme images by Petrovich9. Powered by Blogger.