artikel
KU TEMUKAN TEMAN SEJATI
karya: dina devina anggareni
(teman saya di kelas IX A)
Pagi hari yang cerah seperti biasa,
selalu menyambutnya ketika ia terbangun. Seperti saat ini sosok yang masih
terbalut selimut tebal mulai menggeliatkan badannya, karena cahaya yang masuk
melalui celah jendela. Matanya mengerjab – ngerjab mencoba membiasakn matanya
dengan bias cahaya yang masuk ke retinanya.
Hari ini jadwalnya ia sekolah
seperti biasa, jangan sampai ia terlambat hanya karena keasiakan tidur dan tak
mau bangun. Ia sudah pernah meraskan yang namanya terlambat dan yah, berakhir
dengan dirinya yang harus membersihkan halaman sekolah yang luasnya bukan main.
Cukup sekali saja ia meraskannya.
Doni sosok itu segera saja masuk ke
kamar mandi, sekedar untuk membersihkan badannnya dari sisa kotoran yang
menempel di badannya. Setelahnya ia kenakan seragam kebanggaan sekolahnya,
matanya melirik pada jam yang bertengger dengan indah di dinding, dinding yang
kelihatan kokoh namun ada sedikit noda retakan. Masih jam 06.15. masih ada
banyak waktu yang tersisa untuknya, sekedar untuk menikmati waktu di pagi
harinya. Bel masuk sekolah berbunyi tepat pukul 07.00. jarak sekolah dan
rumahnya bisa ditempuh cukup dengan 20 menit berjalan kaki. Selesai dengan
urusan seragam kini ia berniat untuk sarapan, dan pergi ke sekolah. Tentunya
setelah berpamtian dengan orang tuanya.
Doni susuri jalan menuju ke
sekolahnya dengan berjalan kaki menikmati semilir angin yang menerpa wajahnya,
memainkan helaian rambut yang telah ia sisir rapi, bergoyang mengikuti alunan
angin
“
Hey Don” ucap sosok yang menepuk pundak Doni dari belakang. Doni tersentak
kaget, tapi setelah melihat siapa yang membuatnya terkejut, ia hanya berdecak
kesal.
“Ck,
bisakah kau hilangkan kebiasaanmu yang selalu membuat orang lain terkejut?”
Tanya Doni dengan raut kesal.
“Hehehe,
salahmu sendiri tak menyahut saat aku memanggilmu tadi” jawab teman Doni dengan
tertawa tanpa dosa.
“Ck,
dasar” Doni hanya mendecak, sudah hapal ia dengan kebiasaan temannya yang satu
ini.
“Kau
sendiri kenapa, pagi – pagi sudah melamun”
“Aku
tak melamun, hanya menikmati pagi hariku yang telah kau hancurkan” jawab Doni dengan memberi penekanan pada kata hancurkan.
“Jelas
– jelas kau melamun, tapi kenapa harus mengelak” sahut temannya ini. Nampaknya
Doni mulai kesal,
“Bisakah
kau diam Ari, dan kau tidak usah bertanya hal apapun” kata Doni dengan nada
sedikit ketus.
“Baiklah”
terpaksa Ari menuruti perkataan Doni.
Tanpa terasa mereka telah sampai di
sekolah. Mereka berpisah di koridor, di tujunya kelas mereka masing – masing. Belum
sempat Doni melangkahkan kakinya, Ari lebih dulu memanggilnya.
“Don
sepulang sekolah nanti kita pulang bersama ya? Ajak Ari pada Doni
“Baiklah,
kutunggu kau sepulang sekolah” jawab Doni dengan malas.
Walapun kelas mereka berbeda, tepatnya baru seminggu
ini mereka menempati kelas mereka yang baru, mereka berdua sudah saling kenal sejak
mereka duduk di bangku kelas 7. Selain itu rumah mereka saling berdekatan, jadi
tak ayal jika mereka saling kenal.
Sesampainya Doni di kelasnya, ia
menyapa seluruh penghuni yang ada di kelas ini
“Selamat
Pagi, semua” ucap Doni dengan nada gembira, berbeda sekali dengan saat ia
bersama dengan Ari.
“Pagi
Don” Balas seluruh penghuni kelas ini.
“Gembira
sekali kau hari ini” kata Dani teman sebangkunya, yang menampakkan raut
keheranannya.
“Bukankah
biasanya memang seperti ini” ucap Doni dengan santai.
“Tapikan
tidak…”
Tett..tett..tett…
Belum sempat Dani menyelesaikan ucapannya bel berbunyi
terlebih dahulu. Setelah beberapa menit bel berbunyi telah berlalu, sang guru
pun masukke kelasnya, kelas yang awalnya gaduh berubah menjadi hening.
Bagaimana tidak, guru yang masuk ini guru yang mendapat predikat ‘guru
tergalak’, tidak ada yang berani bersuara. Jika saja ada yang berani bersuara
saat ini, mungkin balasannya adalah penghapus papan tulis yang mendarat di
kepala salah satu siswa yang ada di kelas ini.
Doni hanya memandang gurunya itu
dengan pandangan acuh tak acuh, mungkin ia akan mati bosan menerima pelajaran
dari sang ‘guru galak’ini. Selain karena gurunya sendiri,pelajaran Fisika
merupakan pelajaran yang saat ini sedang berlangsung adalah pelajaran yang
paling dibencinya. Dua hal yang sudah menjelaskan mengapa ia mungkin bisa mati
bosan. Beda halnya dengan teman sebangkunya itu si Dani dia sangat menyukai
pelajaran Fisika, jadi jangan salahkan Dani jika ia sekarang sudah bisa
melakukan berbagai eksperimen dengan ilmu Fisikanya itu, dan jangan lupakan dia
itu merupakan siswa jenius di sekolahnya. Betapa beruntungnya ia bisa sebangku
dengan Dani. Tapi ia heran kepada Dani, apa yang membuatnya tertarik dengan
pelajaran yang membosankan ‘menurut versinya’ seperti pelajaran Fisika.
“Aku
heran dengan Dani, mengapa ia suka dengan pelajaran Fisika” pikirnya
Doni
yang saat itu hanya duduk berpura – pura mendengarkan penjelasan dari sang
guru, sudah merasa bosan. Demi menghilangkan rasa bosannya itu, ia pilih untuk
mengajak Dani mengobrol.
“Dan,
kenapa kau menyukai pelajaran membosankan ini” bisiknya lirih pada Dani.
Nampaknya Dewi Fortuna tidak berpihak padanya, belum sempat Dani menjawab
pertanyaannya, penghapus papan tulis terlebih dahulu mendarat di kepalanya.
Kalian tahu pasti siapa pelakunya bukan? Yap sang gurulah pelakunya.
“Doni,
jika kau hanya ingin mengobrol dalam jam pelajaaran saya, silahkan kamu bisa
tinggalakan jam pelajaran saya ini” Hardik sang guru.
“Maaf
pak, saya tidak akan mengulanginya lagi” ucapanya sambil menahan malu, pasalnya
seluruh temannya kini sedang menertawakannya.
“Ah,
bagaimana bisa ketahuan? Bodoh, bodoh” Rutuknya dalam hati
“Diam
semuanya, apa kalian ingin saya keluarkan dari jam pelajaran saya” bentak sang
guru. Seketika kelas menjadi hening, nampaknya nyali mereka menciut setelah
mendengar bentakan dari sang guru.
“Maaf
pak” ucap mereka serempak.
Tett…tett…
Akhirnya
bel istirahat berbunyi.
“
Hah akhirnya aku bisa terbebas dari pelajaran membosankan ini” ungkapnya sambil
merilekskan ototnya. Rasanya otot – ototnya kaku, duduk dan hanya mendengarkan
sang guru berbicara panjang lebar, namun hanya masuk telinga kanan keluar
telinga kiri.
“Don
ayo kita ke kantin” ajak Dani pada Doni
“Baiklah
ayo! Rasanya cacing yang ada dalam perutku sudah berdemo, minta diberi makan”
ucapanya pada Dani.
Tapi
di luar kelas sudah ada Ari yang sedang menunggu Doni
“Hey
Don, mau ke kantin bersama” Ajak Ari setelah Doni sampai di luar kelas
“Maaf
ya Ri, tapi aku akan ke kantin bersama Dani”
“Siapa
Don” sela Dani cepat”
“
Oh, hanya teman lama, ayo ke kantin sekarang” Doni hanya berlalu saja dari
hadapan Ari
“Apa
karena teman barunya itu, dia jadi sedikit acuh padaku?” pertanyaan itu yang
sekarang muncul di benaknya. Setelahnya Ari pergi dari kelas Doni menuju ke
kelasnya sendiri dengan perasaan sedikit kecewa.
Pulang sekolah, seperti yang sudah
di janjikan, saat ini Doni sedang menunggu Ari.
“Sudah
lama menunggu Don” celetuk Ari dari belakang
“Ya
sedikit” ucap Doni Cuek
“Baiklah
ayo kita pulang” Ajak Ari.
Mereka berdua hanya diam, tidak ada yang memulai
percakapan walau hanya sekedar untuk menghilangkan keheningan yang tercipta.
Lama mereka terdiam.
“Kau
ini kenapa si Don?” Tanya Ari memecah keheningan
“Memangnya
kenapa?, apa ada yang aneh pada diriku” jawab Doni berlagak tidak tahu, padahal
ia tahu persis apa yang dalam pikiran temannya ini. IaAri mulai menyadari
perihal perubahan sikapnya ini.
“Dari
yang aku lihat sejak kita berangkat sekolah tadi pagi sampai sekarang, kau
terkesan bersikap tak acuh padaku, benar bukan?”Ungkap Ari, mengungkapan apa
yang sejak tadi ada di pikiran dan benaknya.
“Itu
hanya perasaanmu saja Ar” ucap Doni menenangkan Ari
“Tapi
memang perasaanmu itu benar Ar, aku memang sengaja bersikap seperti ini, karena
aku sudah bosan berteman denganmu” lanjutnya dalam hati.
“Ah,
jadi hanya perasaan ku saja ya” jawab Ari dengan polos, tanpa sadar bahwa Doni
sedang menyeringai. betapa bodohnya Ari ini.
“Bodoh
tetap saja bodoh” ejek Doni dalam hati.
Keesokan harinya seperti biasa, Dani
dan Ari berangkat bersama. Selalu Ari yang menyapa Doni terlebih dahulu.
“Hai
Don” sapa Ari
“Hai”
balas Doni singkat.
Ari
kini sadar, dari hari ke hari sikap Doni padanya semakin cuek terkesan tidak
memperdulikannya. Kini ia yakin perasaaannya tidak salah perihal perubahan
sikap Doni.
“Don,
tentang kejadian kemarin, sepertinya perasaanku benar, memang sekarang kau sepertinya
sudah berubah” mendengar Ari bertanya demikian, Doni menghentikan langkahnya
dan langsung menatap Ari, tatapannya mengungkapkan bahwa ia sekarang merasa
sangat kesal.
“Apa
hanya pertanyaan itu yang ada di kepalamu Ar?” jawab Doni sakartis
“Ck,
merepotkan” lantas Doni meninggalkan Ari yang diam seperti patung. Ari terkejut
dengan apa yang dikatakan Doni, seumur – umur baru kali ini Doni bersikap
demikian. Setelah sadar dari keterkejutanya, ia segera menyusul Doni yang sudah
jauh di depan.
“Maaf
Don jika pertanyaanku menyinggungmu, aku hanya ingin tahu kenapa sikapmu jadi
seperti ini, itu saja” ucap Ari penuh sesal pada Doni setelah ia berhasil
mensejajarkan langkahnya dengan Doni
“Lupakan
saja”
“Maksudmu?”
“Apa
itu semua kurang jelas, hingga kau bertanya apa maksudku”
“Bukan
begitu ak…” belum selesai Ari mejawab, Doni lebih dulu menyelanya.
“saat
ini aku penya permintaan untukmu, mulai saat ini, detik ini kita tak usah
berteman lagi, anggap saja kita tak saling kenal” ungkap Doni dengan penuh
penekanan pada tiap kalimatnya.
“A-apa
alasanmu berkata demikian?” ucapnya terbata dengan raut pias yang kentara di
wajahnya.
“Alasan
yang cukup sederhana menurutku, hanya karena aku bosan berteman denganmu” kata
Doni dengan senyum meremehkan yang menghiasi wajahnya. Doni langsung
meninggalakan Ari yang masih berdiam diri menuju sekolah. Ari kini tahu alasan
di balik perubahan sikap Doni.
Di sekolah, Doni benar – benar
menepati ucapannya, seperti yang terjadi saat ini. Doni hanya melewati Ari saat
berpapasan, tanpa berkata apa – apa. Seakan memang mereka berdua tak pernah
saling kenal. Ari hanya mengikuti permainan Don, jika ini memang maunya -Doni-
apa boleh buat ia juga harus mengikuti permainan ini, toh sekalipun jika ia tak
mengikutinya dan tetap bersikap seperti biasa, apakah Doni akan akan bersikap
dulu, pasti jawabannya tidak kan. Dan yah setelahnya pertemanan Ari dan Doni
benar – benar terputus.
Hari – hari telah berlalu, kini Doni
da Ari menjalani aktivitasnya masing – masing tanpa ada komunikasi di antara
keduanya.
Saat ini Doni sedang berada di
kelasnya, bel istirahat berbunyi 1 menit yang lalu. Ia gunakan waktu istirahat
ini untuk beristirahat di kelas saja, karena ia sedang malas untuk keluar
kelas, lagi pula tadi pagi Dani sudah berjanji akan memunjukan jam tangan
barunya. Sebenarnya Doni heran kepada Dani, jika memang Dani inginn menunjukan
jam tangan barunya kenapa tidak dipakainya, malah hanya disimpan di tas, tapi
persetan dengan itu semua ia tidak peduli. Yang terpenting ia ingin melihat jam
tangan tersebut, karena jam tangan adalah benda kesukaan Doni dari dulu.
“Kau
ingin melihatnya Don?” sentak Dani, memecah lamunan Doni.
“B-baiklah
mana?” ucap Doni, tersadar dari lamunannya.
“Ini”
ucap Dani sambil menunjukan jam tangan barunya. Doni terkesima melihat jam
tangan baru Dani. Pasalnya jam tangan tersebut, jam tangan yang selama ini ia
inginkan. Jam tangan dengan harga mahal, jam tangan yang didesain sedemikian
rupa hingga tampak elegantu orang. Ia tahu selain jenius, Dani juga anak orang
kaya. Ia tak heran jika Dani mampu membeli jam tangan mahal tersebut.
“Wah!
Dani ini bagus sekali” ucap Doni sambil memegang jam tangan tersebut,
mengamatinya dari berbagai sisi.
Pikiran nista itu akhirnya mampir di benaknya, pikiran
untuk mendapatkan jam tangan tersebut dengan cara apapun, tak peduli dengan
cara kotor atahupun bersih. Doni mulai menyusun rencana, setelahnya hanya
seringaian yang muncul menghiasi wajahnya. Nampaknya Doni sudah mendapatkan
rencana yang tepat untuk mendapatkan jam tangan tersebut.
Esok harinya, Doni berangkat sekolah seperti biasa,
tapi ada yang berbeda dengannya, ia selalu tersenyum sendiri sepanjang jalan,
memikirkan semua rencana yang telah ia susun secara rapi. Doni telah sampai di
sekolah, segera ia menuju ke kelasnya. Jam pelajaran pertama adalah pelajaran
Olahraga. Nampaknya ia akan gunakan jam pelajaran ini untuk mengeksekusi
rencananya.
Jam Olahraga kini sedang berlangsung, sedari tadi Doni
selalu memperhatikan gerak – gerik Dani. Jam pelajara olahraga telah usai. Kini
ia lihat Dani sedang berbincang dengan Ricky teman sekelas mereka. Dani kini
beranjak dari tempatnya, ia menuju ke kamar mandi sendirian. Kesempatan ini
tidak disia-siakan Doni, Doni mengikutu Dani ke kamar mandi, ia bersembunyi di
balik tembok, mengintip Dani dari balik tembok tersebut.
Ia lihat kini Dani melepas jam tangannya, Dani
letakkan jam tangannya di wastafel, ia basuh tangannya untuk sekedar
membersihkan kotoran yang menempel. Setelahnya ia pergi begitu saja
meninggalkan jsm tangannya di sana, tanpa tahu jika ada orang yang ingin
mengambil jamnya.
Doni yang melihat hal
tersebut kontan memekik gembira, sepertinya keberuntungan memihak
padanya, namun itu semua salah besar. Keberuntungan yang memihak padanya hanya
sesaat, mungkin malah akan membawa malapetaka baginya. Pasalnya sedari tadi
tanpa Doni sadari Ricky mengikutinya dari belakang, Ricky sadar ada yang tidak
beres dengan Doni sejak jam pelajaran tadi ia telah melihat gerak – gerik
mencurigkan dari Doni. Puncaknya ssaat Dani mengobrol dengannya dan Dani
memutuskan untuk pergi ke kamar mandi sendirian, ia lihat Doni juga beranjak
dari tempatnya dan mengikuti Dani. Ia putuskan untuk mengikuti mereka berdua,
dan yang ia lihat sekarang adalah Doni yang saat ini sedang mengambil jam
tangan Dani.
“Jadi
ini yang menyebabkan Doni selalu memperhatikan Dani selama jam pelajaran
Olahraga berlangsung. Sepertinya jika Dani atahu yang lainnya tahu atahupun
satu sekolahan ini tahu, bakal jadi berita heboh ni” ucap Ricky dalam hati dengan senyum meremehkan yang terkembang di
wajahnya.
Ricky putuskan untuk kembali ke
kelas, saat ia akan menuju kelas ia lihat Doni yang nampaknya sedang tergessa –
gesa. Ia panggil Doni
“Doni!”,
Doni berhenti seketika, ia tengok ke belakang ternyata Ricky
“Ada
apa Rick, kenapa kau memanggilku?” jawab Dani sambil berusaha menyembunyikan
jam tangan Dani yng ada di saku belakang celananya. Sayangnya Ricky melihatnya,
ia pasang wajah biasanya, seakan – akan ia tak mengetahuinya.
“Tak
ada apa – apa, hanya ingin memanggil saja, kau ingin ke kelas bukan? Kalau
begitu kita ke kelas bersama” ajak Ricky
“Ah
, ayo!” jawab Doni mengiyakan ajakan Ricky, tanpa tahu ada niat tersembunyi di
balik itu ajakan itu
“Oh
ya, ngomong – ngomong kau habis dari mana?” Tanya Ricky.
“A-aku
hm…dari…habis mengembalikan bola, iya habis mengembalikan bola” jawab Doni
sambil menyembunyikan kegugupannya, keringat dingin mengalir dari pelipisnya.
“Ah,
kau sendiri dari mana?” Tanya Doni dengan cepat.
“Aku
dari taman belakang” jawab Ricky santai
Sesampainya di kelas, mereka heran
dengan keadaan kelas yang Nampak kacau. Ribut, semua orang berkeliaran di mana
– mana. Akhirnya ricky bertanya pada salah satu temannya.
“Kalian
semua sedang apa? Kalian seperti sedang mencari sesuatu yang hilang?”
“Ah
iya, kami semua sedang mencari jam tangan Dani yang hilang” jawwab temannya
itu. Doni yang mendengar jawaban temannya itu hanya bisa berdiam diri, ia
dilanda kegugupan. Tidak tahuapa yang harus ia lakukan. Nasibnya sudah ada di
ujung tanduk.
“Benarkah
jam tangan Dani hilang, sayang sekali padahal jam tangan itu sangat mahal dan bagus”
kata Ricky memasang tampang tidak tahu.
“Mungkinkah
ini saatnya? Maafkan aku Doni, jika aku harus memberitahu semuanya bahwa kau
yang mengambil jam tangan tersebut” ucap Ricky dalam hati sambil tersenyum
licik.
“Dani,
kenapa tidak kau coba untuk menggeledah tas mereka satu – satu atahupun di saku
baju mereka. mungkin saja ada orang yang mengambilnya
DEG!
Mendengar
ucapan Ricky, seketika jantung Doni berdetak kencang, keringat dingin mengalir
dari dahinya, tangannya gemetaran. Sudah menjelaskan betapa kalutnya ia saat
ini. Jika ia ketahuan, bahwa dirinyalah yang telah mengambil jam tangan itu
tamatlah riwayatnya. Ia takkan sanggup melihat hari esok.
“Ah
idemu sangat cemerlang, kenapa tidak terpikir olehku ya? Jawab Dani menyetujui
usul Ricky.
“Siska
tolong, kau geledah anak perempuan dan aku sendiri yang akan menggeledah anak
laki – laki. Perintah Dani pada salah satu teman perempuannya.
“Baiklah
Dan” jawab Siska menurut.
Dani dan Siska mulai menggeledah
satu per satu temannya mulai dari tas sampai saku – saku baju mereka. kini tiba
giliran Doni. Jantungnnya seakan berhenti berdetak, kini ia hanya bisa pasrah,
Dani kini sedang meraba saku belakang celana Doni, tangannya berhenti di sana,
betapa Dani terkejut ia menemukan jam tangannya di sana. Bukan hanya dirinya
yang terkejut, tapi seluruh orang yang ada di kelas ini. Ricky hanya bisa
tersenyum meremehkan.
“Jadi
kau yang mengambil jam tanganku Don?” marah Dani pada Doni
“Aku
tak menyangka kalau kau yang mengambil jam tanganku” lanjut Dani masih dengan
nada yang sama.
“Bukan
seperti itu Dan, aku bisa jelaskan. Ini semua tidak seperti yang kau kira.”
Ucap Doni mencoba menjelaskan, namun percuma saja, nasi sudah menjadi bubur.
Bukti sudah mengarah padanya. Lagi pula Dani sudah terlanjur marah padanya.
“mau
kau jelaskan bagaimanapun, pencuri tetapalah pencuri.” Hardik Dani
Mereka semua yang ada di kelas hanya
bisa menyaksikan kejadian itu, hanya bisa memasang wajah penuh ketegangan. Doni
hanya bisa pasrah mendapat perlakuan seperti itu dari Dani. Doni sadar yang ia
lakukan salah, ia hanya termakan oleh bjuk rayu setan. Semua sudah terjadi,
tidak ada yang bisa di ubah, waktupun tidak bisa diputar ulang.
Keesokan hari, setelah kejadian itu.
Semuanya jadi berubah. Teman – temannya kini menjauhinya. Setiap kali ia
berjalan di koridor sekolah, semua terlihat berbisik – bisik membicarakannya, sepertinya
kabar tersebut sudah menyebar ke seluruh penjuru sekolah. Ari yang mendengar
kabar tersebut terkejut. Pasalnya Doni yang selama ini ia kenal adlah orang yang baik hati, tidak
mungkin jika Doni mencuri, walau tak bisa di pungkiri jika Doni telah berubah.
Pulang sekolah nanti ia akan menemui Doni, ia ingin tahu kebenarannya.
Pulang sekolah, Doni terlihat
sendirian, menyusuri jalan yang biasa ia lewati saat pulang sekolah. Dari
belakang Ari memanggil.
“Doni”
teriak Ari. Doni kenal suara ini, suara Ari temannya, ah salah lebih tepatnya ‘mantan
teman’. Ini pertama kalinya ia melihat Ari setelah kejadian dimanan ia
memutuskan tali pertemanannya dengan Ari.
“Ada
apa?, apa kau ingin mengejekku, mencacimakiku huh!” tuduh Doni setelah Ari ada
di hadapannya.
“jadi
berita itu benar, Don?”
“Kalau
memang itu benar, kau mau apa huh?”
Tanya Doni dengan nada menantang. Bukannya menjawab, Ari malah balik
bertanya
“Apa
kau telah meminta maaf pada Dani.”
“Untuk
apa aku minta maaf padanya, lagi pula apakah ia akan memaafkanku?” jawab Doni
frustasi. Ingin ia coba untuk meminta maaf pada Dani, tapi egonya terlalu
besar.
“Apakah
kau sudah mencobanya?” Tanya Ari
Doni
hanya menggelengkan kepalanya sebagai jawaban, ia sudah tak sanggup berbicara
lagi.
“Hah…”
Ari hanya bisa menghela nafas
“Aku
tahu ini berat untukmu, tapi setidaknya cobalah kau meminta maaf padaya. Aku
yakin jika dia memang tulus berteman denganmu, pasti ia akan memaafkanmu. Aku
yakin itu, percayalah padaku” ucap Ari mencoba memberi semangat pada Doni,
senyum tulus mengembang di wajahnya.
“Kenapa
kau tetap bersikap baik padaku” Tanya Doni, ia heran pada Ari, setelah apa yang
ia lakukan padanya, Ari tetap bersikap baik padanya.
Senyum
tulus terpatri di wajah Ari ketika mendengar pertanyaan Doni “Karena kau adalah
temanku”
“Sekalipun
kau tidak menganggapku sebagai temanmu, tapi kau akan tetap menjadi temanku.”
Lanjut Ari
Ari menepuk bahu Doni, mencoba memberi semangat
padanya, setelahnya ia berlalu dari hadapan Doni. Mencoba memberikan kesempatan
pada Doni untuk merenungkan kata – katanya.
Setelah Ari meninggalkan Doni sendirian, segera Doni
menuju ke rumahnya. Ia masuki kamarnya, berniat untuk tidur.Ia coba untuk
tidur, tetapi tidak bisa, ia balikan badanya ke kanan atahu ke kiri mencoba
menyari posisi yang nyaman. Tapi sia – sia usahanya gagal. Kejadian tadi benar
– benar membuat kepalanya pusing. Belum lagi kata – kata Ari yang selalu
terngiang – ngiang di pikirannya. Haruskah ia melakukan apa yang Ari
perintahkan. Ia ingin melakukannnya tapi egonya berkata lain.
Ia harus melakukannya, ia tidak peduli dengan egonya,
ia harus segera menghilangkan rasa bersalah yang menghantui hari – harinya yang
kian lama semakin tumbuh subur dalam hatinya.
Setelah melakukan perang batin yang cukup memakan
waktu, ia putuskan untuk mengakirinya besok, mengakhiri semua kesalahannya.
Terserah teman – temannya akan
memaafkannya atahu tidak, ia tidak peduli. Akhirnya kantuk menyerang dirinya.
Lelaplah ia tertidur.
Hari ini akhirnya tiba, kini ia sudah ada di kelas, di
hadapan para teman – temannya. Ia Tarik nafas dalam – dalam mencoba
menetralisir rasa gugupnya.
“Hari
ini aku Doni, ingin meminta maaf pada kalian semua atas kejadian tempo hari,
terutama pada Dani. Aku akui aku salah, tak seharusnya aku melakukan hal
tersebut. Saat itu aku benar – benar khilaf. Maukah kalian semua memaafkanku”
kata Doni penuh penyesalan. Semua temannya diam seribu bahasa mendengar kata –
kata Doni
“
Baiklah kau ku maafkan, tapi jika kau mengulangi kesalahan yang sama, mungkin
tidak kata maaf untuk mu” celetuk Doni tiba – tiba dengan gaya cool-nya.
“Terima
kasih telah memaafkanku, aku benar – benar berterimakaih padamu Dan” dengan
wajah sumringah Doni menjabat tangan Dani.
“Jangan
dulu berterimakasih, hanya aku yang memaafkanmu, belum tentu mereka semua
memaafkanmu?” kata Dani sambil mengedarkan pandangannya pada seluruh temannya
yang ada di kelas. Doni lupa jika hanya Dani yang memaafkannya, mereka yang ada
disini belum tentu memaafkannya. Iaedarkan pandangannya pada seluruh temannya
saat ini. Ia coba berkata dengan pandangan matanya, seolah olah berkata “Maukah
kalian memaafkanku?” mereka yang mengerti arti dari pandangan Doni hanya bisa
berkata
“Tenang
saja, kami memaafkamu” jawab mereka serempak. Doni hanya bisa tersenyum haru,
sambil mengucapkan banyak terimasih. Benar kata Ari mereka memaafkannya.
Doni sadar jika Ari adalah sosok
teman yang selama ini selalu bersamanya, jika ia sedang kesusahan pasti Ari
selalu ada untuknya. Doni menyesal telah menyianyiakan Ari. Sepulang sekolah
nanti ia harus mencari Ari, meminta maaf padanya dan berterimasih.
Sepulang sekolah, ia cari Ari,
dilihatnya Ari sedang menyusuri jalan menuju rumahnya.
“Ari”
teriak Doni
Ari
menolehkan kepalanya ke belakang
“Doni”
lirih Ari, tentu saja hanya bisa didengar olehnya. Setelah Doni tiba di
hadapannya, Doni segera merangkul pundaknya. Tambahlah ia terkejut, ia tak
menyangka Doni akan melakukan hal tersebut setelah kejadian itu.
“Ari,
aku ingin berterimakasih padamu, karena berkatmu kini teman – temanku bisa
memaafkanku.” Ucap Doni tulus sambil melepas rangkulannya.
“Bukan
karena diriku, melainkan karena keberanianmu mengakui kesalahanmu sendiri, aku
hanya memberi semangat padamu saja, sebagai temanmu sudah sepantasnya bukan
jika aku menolongmu atahupun memberi semangat padamu.” Doni tertegun mendengar
Ari berkata demikian.
“Dan
aku ingin meminta maaf padamu, atas kejadian tempo hari lalu. Dan aku ingin kau
mejadi temanku lagi seperti dulu, bagaimana kau mau?” ungkap Doni pada Ari
“Sebelum
kau minta maaf padaku, aku sudah terlebih dahulu memaafkaanmu, tapi untuk
permintaanmu yang satu itu aku tidak bisa memenuhinya, maaf.” Ucap Ari penuh
sesal
“Kenapa”
Tanya Doni dengan raut pias yang kentara di wajahnya
“Karena…
dari dulu sampai dengan sekarang kau tetaplah temanku, jadi kau tidak perlu
memintaku untuk jadi temanmu kembali.” Jawab Ari dengan wah sumringah.
Akhirnya Doni bisa bernafas lega,
setelah mendengar jawaban Ari. Hanya canda tawa yang akhirnya menghiasi
perjalanan pulang mereka berdua.
Doni bersyukur memiliki teman
seperti Ari. Menyesal ia dulu karena telah menyianyiakan Ari. Mulai saat ini ia
berjanji, ia takkan melakukan kesalahan yang sama.
~SELESAI~
No comments: